Translate

Rabu, 09 Desember 2020

Pengaruh Kekuasaan Majapahit Raya

 Mengapa banyak bukti dihilangkan?

Oleh: SUFYAN AL JAWI


Arkeolog di Numismatik Indonesia
Mengagumkan, ternyata wilayah Majapahit
lebih luas dari yang diperkirakan selama ini
oleh sejarawan. Riset terbaru tentang
penempatan prajurit Majapahit di luar Jawa
menemui fakta yang menakjubkan. Uniknya,
pleton-pleton kawal Majapahit beranggotakan
prajurit beragama Islam. Peninggalannya pun
masih bisa dibuktikan hingga sekarang.


Adanya penempatan prajurit Majapahit di
Kerajaan Vasal (bawahan) yang terdiri dari 40
prajurit elite beragama Islam di Kerajaan
Gelgel-Bali, Wanin-Papua, Kayu Jawa-
Australia Barat, dan Marege-Tanah Amhem
(Darwin) Australia Utara pada abad ke 14
memperkuat bukti bahwa Gajah Mada adalah
seorang Muslim. 

Silakan anda berkunjung ke
daerah tersebut, terutama ke Bali Utara
sebelum anda memberi komentar tanpa dasar.
Prajurit Islam ini berasal dari basis Gajah
Mada dalam merekrut prajurit elite yang terdiri
dari 3 (tiga) kriteria: Mada; Gondang
(Tenggulun-Lamongan) dan Badander
(Jombang) yang diketahui sebagai basis
teman-teman lama beliau. 

Dari desa-desa ini
pemudanya direkrut menjadi Bhayangkara
angkatan II dan seterusnya. Tuban, Leran,
Ampel, Sedayu sebagai basis Garda Pantura.
Pahang-Malaya, Bugis-Makasar, dan Pasai
sebagai basis tentara Laut Luar Jawa.
Hal ini adalah wajar, karena di Jawa, Islam
telah berbaur sejak abad ke 10 yang dibuktikan
dengan penemuan Prasasti nisan Fatimah binti
Maimun (wafat 1082 M) di Leran, Gresik yang
bertuliskan huruf Arab Kufi. Dan Prasasti
Gondang - Lamongan yang ditulis dengan
huruf Arab (Jawi) dan huruf Jawa Kuno (Kawi)
. Keduanya merupakan peninggalan zaman
Airlangga. Sedangkan orang Islam sudah
masuk ke Jawa sejak zaman Kerajaan Medang
abad ke 7. Islam baru berkembang dengan
pesat di Jawa pada abad ke 15, atas peran tak
langsung dari politik Gajah Mada, putra desa
Mada-Lamongan, politikus abad ke 14.
Pembentukan Satuan Elite, Pabrik Senjata dan
Dinar Emas


Satuan tentara elite Majapahit sudah dibangun
sejak masa Jayanegara (1319), yaitu pasukan
kawal raja – Bhayangkara, yang dipimpin oleh
bekel Gajah Mada. 

Pada masa selanjutnya
satuan elite terus berkembang, terutama pada
masa Gajah Mada menjabat sebagai
mahapatih amangkubhumi dari tahun 1334
sampai 1359, sejak masa Tribhuwana
Tunggadewi hingga masa Hayam Wuruk.


Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika
Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul
mundur (1345), lalu menyerang kembali dan
meluluh lantakan istana Sultan Ahmad Malik
Az Zahir (1350), Gajah Mada yang juga
seorang muslim, membawa tawanan orang
Pasai yang terdiri dari para ahli, insinyur
lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia.
Sedangkan Sultan Pasai melarikan diri dari
istana. 

Setibanya di Majapahit, Gajah Mada
membebaskan tawanan tersebut setelah
bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk.
Kemudian orang Pasai ini bekerjasama dengan
Gajah Mada untuk membangun kejayaan
Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit
memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai
Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di
komplek elite di ibukota Majapahit – Trowulan.

Hal ini dibuktikan, pada 1377 Majapahit
menghancurkan Kerajaan Budha Sriwijaya dan
menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali
Pasai.


“Maka titah Sang Nata akan segala tawanan
orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah
Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah
sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa
tatkala Pasai kalah oleh Majapahit
itu” (Kutipan dari “Hikayat Raja-raja Pasai”).
Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam
bidang tempa logam, baik itu baja maupun
emas, maka didirikanlah bengkel senjata dan
alat pertanian yang sempurna (standar baja
Damaskus) , saluran irigasi model Andalusia di
Trowulan dan pabrik koin dinar emas
Majapahit. 

Seiring dengan perluasan wilayah
Majapahit untuk mewujudkan “Sumpah
Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton
khusus yang didominasi oleh prajurit Islam.

Prajurit Islam Majapahit di Bali


Penempatan 40 orang prajurit Islam Majapahit
di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai
ketika Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir
(1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke
Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian
Kerajaan Gelgel tahun 1383. Beliau didampingi
oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai
Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh) yang
menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara
Cradha dan rapat tahunan negeri-negeri vasal
imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon
dukungan dari Maharaja Majapahit, yang
dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit
pleton khusus binaan Almarhum Gajah Mada.
(“Kitab Babad Dalem”, manuskrip tentang
Raja-raja Bali).


Prajurit Islam ini menikah dengan wanita Bali,
dan beranak-pinak disana. Mereka sangat
setia membentengi Puri Gelgel – Klungkung.
Bahkan meskipun pada akhirnya imperium
Majapahit runtuh (1527), tapi Prajurit Islam
tetap menjadi tentara elite Kerajaan Gelgel,
dari generasi ke generasi. Begitu pula di
Kerajaan Buleleng, prajurit Islam membentengi
Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan
Raja Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.


Faktanya, saat ini kita masih dapat saksikan di
Bali, keturunan prajurit Islam Majapahit yang
telah mencapai ribuan orang Islam asli Bali
(mereka menggunakan nama Bali, untuk
membedakan dengan muslim pendatang)
tepatnya di desa Gelgel, Klungkung dan di desa
Pegayaman, Buleleng – 70 km arah utara
Denpasar. Mereka adalah penduduk mayoritas
di desa-desa kuno tersebut.


Pertanyaannya : Kenapa Hayam Wuruk
mengirimkan pleton prajurit Islam untuk
mengawal negeri bawahan Majapahit ?
Jawabannya: Pertama, almarhum Gajah Mada
(wafat 1364) telah membangun sistem
perekrutan satuan tentara elite yang
beranggotakan prajurit Islam, dibekali dengan
senjata pamungkas, dan berperang sesuai
dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Kedua,
Prabu Hayam Wuruk diduga telah mengetahui
bahwa Gajah Mada bukan Sudra, melainkan
seorang Muslim. Kemungkinan info yang
rahasia ini diperoleh dari Ibunda Ratu
Tribhuwana Tunggadewi.


Untuk menghormati almarhum Gajah Mada,
beliau tidak mencerai-beraikan pleton-pleton
Muslim yang berjumlah 40 orang, karena
dalam Madzhab Imam Syafi’i, syarat minimal
untuk mendirikan sholat Jumat adalah 40
orang. Ketiga, kemampuan tempur 40 orang
prajurit Islam dapat menghancurkan 200-400
orang tentara reguler musuh. Karena mereka
dibekali kemampuan militer yang menguasai
berbagai jenis senjata. Hal ini dibuktikan
dalam perang mempertahankan Puri Buleleng
dari serbuan pasukan gabungan dua Kerajaan
Mengwi dan Badung, yang terletak di Bali
Selatan. Keempat, Hayam Wuruk kagum atas
kesetiaan dan ketetapan janji orang Islam.


Mereka tidak terpengaruh godaan harta,
wanita dan tahta yang bukan haknya. Mereka
tidak pernah mabuk, berjudi, maling dan
berzina ( kebiasaan buruk di Majapahit adalah
mabuk dan berjudi, dan agak permisif dalam
hal seks ). Panutan mereka adalah Gajah
Mada, yang diklaim oleh orang-orang
Majapahit sebagai orang Hindu berkasta
Sudra?


Ketika pleton prajurit Islam Majapahit ini
mengawal pulang rombongan Raja Gelgel,
Ketut Ngulesir, mereka dibekali oleh Hayam
Wuruk berupa puluhan ribu koin cash Cina dan
koin Gobog Wayang (koin kepeng tembaga)
serta ratusan koin dinar emas Majapahit. Ini
sebagai balasan atas penyerahan upeti dari
Kerajaan Gelgel Klungkung berupa hasil bumi,
hewan ternak dan tangkapan, perhiasan dan
kerajinan tangan rakyat Gelgel. Hayam Wuruk
berharap, stok koin-koin tersebut mampu
merangsang tumbuhnya ekonomi di Gelgel.
Sejak saat itu Pura Klungkung dan Pura
Buleleng telah akrab dengan koin dinar emas
dalam ritual ibadah mereka.


Prajurit Islam Majapahit di Wanin – Papua
Saat Prof. JH Kern dan NJ Krom meneliti kitab
Nagarakertagama yang ditemukan (dijarah)
oleh JLA Brandes dari istana Cakranagara,
Lombok (1894). Prof. Kern dan Krom, 1920,
mendapati fakta bahwa kekuasaan Majapahit
di Papua Barat dibuktikan dengan adanya
penempatan prajurit Islam di Wanin – Papua.
Berdirinya Kerajaan Wanin di Fak-fak hingga
Biak merupakan vasal Majapahit. Sampai
sekarang, Raja-raja dan rakyat di Wanin dan
Fakfak sangat kental nuansa Islamnya dan
sangat fasih menghafal ayat-ayat suci Al-
Qur’an.


Tak seperti di Bali, prajurit Islam Majapahit ini
membawa istri mereka yang dinikahi di Jawa,
Bugis, Seram dan pulau Maluku, sebelum
akhirnya menetap di Wanin. Saat Majapahit
runtuh, pada abad ke 16, Kerajaan Wanin
bergabung dengan Kerajaan Ternate
Darussalam di Maluku Utara, yang dulunya
juga merupakan bawahan Majapahit.
Diperkirakan situs Majapahit di Papua tersebar
luas di Fak-fak, Biak dan Raja Ampat.
Keturunan mereka berbeda dengan ras Papua.
Prajurit Islam Majapahit di Marege –
Australia


Sejarah resmi negeri kangguru, sepertinya
harus segera direvisi. Sebab Prof. Regina
Ganter, sejarawan dari University of Griffith,
Brisbane, Australia – belum lama ini meriset
suku Aborigin Marege yang berbahasa Melayu
Makasar. Marege adalah desa kuno di tanah
Arnhem, di daerah Darwin, Australia Utara.
Regina mendapat fakta yang menakjubkan ,
bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin
berasal dari Kerajaan Gowa Tallo, Makasar,
sudah ada sejak abad ke 17 (1650 an), dan
menyebarkan Islam di Australia Utara hingga
ke desa Kayu Jawa di Australia Barat.


Orang Marege hingga hari ini menyebut rupiah
untuk kata ganti uang, padahal mata uangnya
adalah dollar. Juga menyebut dinar untuk koin
emas Australia. Dahulu sempat ditemukan koin
Gobog Wayang di desa Marege Darwin.
Padahal koin Gobog merupakan koin resmi
Majapahit. Dan ini menunjukkan adanya jejak
prajurit Majapahit abad ke 14 yang dikirim ke
Marege, namun hal itu masih perlu pembuktian
lebih lanjut.


Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan
bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin
(1653-1669) kapal-kapal Pinisi dari Makasar
menguasai perairan teluk Carpentaria –
Darwin, mereka mencari tripang. Di tanah
Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan
dengan suku Aborigin, menikah dan beranak
pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim.
Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas
mereka menggambar kapal Pinisi Makasar
dalam karya seni kuno mereka. Uniknya, kapal
bercadik Majapahit pun terpahat dalam seni
ukir dan lukis mereka yang berusia ratusan
tahun.


Ketika orang Inggris menjajah wilayah desa
Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris
menghancurkan budaya Islam suku Aborigin
Marege pada abad ke 20 seiring arus
Westernisasi di negeri Kanguru. Karya seni
Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang
Marege menyebut orang Inggris sebagai
‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa
menyebutnya ‘Walanda’ 


Semoga riset yang akan dilakukan oleh Tim
Riset Yamasta ( beranggotakan Viddy Ad
Daery, Sufyan Al-Jawi, Drs. Mat Rais dan
Farhaz Daud ) untuk program yang akan
datang, dapat mengungkap keberadaan situs
Majapahit di Marege, Kayu Jawa dan tempat
lainnya di Australia. Sesungguhnya kita adalah
Bangsa yang besar dan jaya, pernah
membangun perdaban Superpower –Nusantara. 

https://www.youtube.com/channel/UC843BDM76dWpFjEP9c7cq3w?sub_confirmation=1


        Candi Bajang Ratu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar